Saham Asia sedikit melemah pada awal perdagangan Senin pagi.
Sydney (ANTARA) - Saham Asia sedikit melemah pada awal perdagangan Senin pagi, ketika musim laporan laba perusahaan-perusahaan AS memasuki ayunan penuh, sementara serangkaian data China akan menawarkan wawasan tentang bagaimana ekonomi terbesar kedua di dunia ini pulih.
Pasar juga telah melihat perubahan sentimen terhadap prospek suku bunga AS, dengan kontrak berjangka menyiratkan peluang 80 persen Federal Reserve akan menaikkan seperempat poin menjadi 5,0-5,25 persen pada Mei.
Ketahanan dalam penjualan ritel inti AS dan lonjakan ekspektasi inflasi yang dilaporkan pada Jumat (14/4) menyebabkan investor memangkas jumlah pelonggaran yang diharapkan akhir tahun ini menjadi sekitar 60 basis poin (bp).
"Data awal April di pasar tenaga kerja, inflasi, dan konsumsi semuanya menunjukkan Fed memiliki lebih banyak pekerjaan yang harus dilakukan dan bahwa soft landing atau bergelombang adalah kemungkinan yang lebih besar daripada kontraksi aktivitas yang tajam dan relatif mendadak," kata analis di ANZ dalam sebuah catatan.
"Pandangan dasar kami adalah untuk dua kenaikan 25 basis poin dan, jika data tidak segera mulai melemah, pasar perlu menilai kembali tanpa penurunan suku bunga pada paruh kedua tahun ini," katanya pula.
Setidaknya delapan pejabat tinggi Fed berbicara minggu ini, termasuk tiga gubernur, dan dapat menghasilkan banyak berita utama untuk melanjutkan pembicaraan.
Kombinasi faktor-faktor ini membuat awal yang lambat pada perdagangan saham pada Senin pagi, dengan indeks MSCI dari saham Asia-Pasifik di luar Jepang turun 0,1 persen, sementara indeks Nikkei Jepang naik tipis 0,3 persen dan indeks S&P/ASX 200 Australia menguat 0,38 persen.
Data China tentang penjualan ritel, output industri dan produk domestik bruto akan dirilis pada Selasa (18/4), dan para analis menduga risikonya adalah kejutan terbalik, mengingat kekuatan baru-baru ini dalam perdagangan.
Angka-angka selama akhir pekan menunjukkan harga rumah baru naik pada laju tercepat dalam 21 bulan, mendukung permintaan dan kepercayaan konsumen.
S&P 500 berjangka naik tipis 0,2 persen, sementara Nasdaq berjangka datar, karena investor menunggu laporan keuangan yang dipimpin oleh Goldman Sachs, Morgan Stanley dan Bank of America. Nama-nama besar lainnya yang melaporkan laba termasuk Johnson & Johnson, Netflix dan Tesla.
Para analis memperkirakan laba kuartal S&P 500 turun 5,2 persen dari periode tahun lalu, meskipun analis BofA Savita Subramanian lebih khawatir tentang prospek tahun 2023.
"Secara keseluruhan, kami memperkirakan kuartal sejalan, tetapi pemotongan besar untuk setahun penuh," BofA memperingatkan. "Perkiraan EPS 2023 kami untuk S&P 500 tetap 200 dolar AS, masih 9,0 persen di bawah perkiraan konsensus."
"Permintaan untuk barang-barang konsumsi sudah melemah dan sekarang kami mengawasi jasa-jasa," kata Subramanian. "Maskapai penerbangan, hotel, dan restoran merasakan tekanan dari makro yang melambat, perusahaan sulit dan tidak ada kelonggaran dari tekanan upah."
Di pasar obligasi, pergeseran ekspektasi Fed mendorong imbal hasil dua tahun AS naik menjadi 4,12 persen, setelah naik 12 basis poin minggu lalu.
Namun, prospek juga berubah menjadi lebih hawkish di Bank Sentral Eropa (ECB), mengirimkan imbal hasil dua tahun Jerman melonjak 33 basis poin selama seminggu untuk kenaikan terbesar sejak September.
Pasar berjangka memperkirakan 37 basis poin pengetatan ECB untuk pertemuan Mei dan 82 basis poin pada Desember.
Perubahan besar itu membuat euro naik 0,8 persen minggu lalu, bahkan setelah penurunan pada Jumat (14/4). Senin pagi, mata uang tunggal bertahan di 1,0983 dolar AS setelah mencapai level tertinggi satu tahun di 1,1075 dolar AS minggu lalu.
Dolar AS bernasib lebih baik terhadap yen karena bank sentral Jepang tetap berkomitmen pada kebijakan moneternya yang sangat longgar, setidaknya untuk saat ini. Itu membuat dolar AS tetap di 133,96 yen, setelah reli 1,2 persen minggu lalu.
Baca juga: Saham Asia dibuka melemah, sektor teknologi tekan ekuitas Hong Kong
Baca juga: Saham Asia dibuka naik saat Singapura hentikan pengetatan kebijakannya
Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2023